KONSEP DASAR PENYAKIT
2.1 Pengertian
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersifat reversibel (Tarwoto, 2007)
Epilepsy adalah kejang rekunen non-metabolik yang disebabkan oleh suatu proses kronik yang mendasarinya.
Epilepsy adalah gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak berat yang dikarakteritiskan oleh kejang berulang. Keadaan ini dapat dihubungkan dengan kehilangan kesadaran, gerakan berlebihan atau hilangnya tonus otot atau gerakan dan gangguan perilaku, alam perasaan, sensasi, dn persepsi. Sehingga epilepsy bukan penyakit melainkan suatu gejala.
Masalah dasarnya diperkirakan dari gangguan listrik(disritmia)pada sel saraf pada salah satu bagian otak, yang menyebabkan sel ini mengeluarkan muatan listrik abnormal, berulang, dan tidak terkontrol. Karakteristik kejang epileptic adalah suatu manifestasi muatan neutron berlebihan ini
2.2 Epidemiologi
Kira-kira 1% populasi(lebih dari 2 juta orang) di Amerika Serikat mengalami epilepsy, dengan 100.000 kasus baru terdiagnosis setiap tahun. Telah ada peningkatan insiden gangguan ini, kemungkinan karena sejumlah faktor. Diperkirakan bahwa 10% orang akan mengalami kejang selama hidup mereka dan sekitar 0.3% sampai 0.5% akan di diagnosis mengidap epilepsy9di dasarkan pada criteria dua atau lebih kejang spontan/ tanpa pemicu). Laporan-laporan spesifik jenis kelamin mengisyaratkan angka yang sedikit lebih besar pada laki-laki dibandingkan perempuan.insidensi berdasarkan usia memperlibatkan pola konsisten berupa angka paling tinggi pada tahun pertama kehidupan, penurunan pesat menuju usia remaja, dan pendataran secara bertahap selama usia pertengahan untuk kembali memuncak pada usia setelah 60 tahun. Perbaikan perawatan obstetric dan neonatal menyelamatkan bayi yang mengalami gawat nafas, sirkulasi dan kegawatan lain selama persalinan; bayi ini dapat dipredisposisikan sebagai kejang intermiten. Perbaikan penatalaksanaan medis, bedah, dan keperawatan terhadap pasien dengan cedera kepala, tumor otak, meningitis dan ensefalitis menyelamatkan pasien dengan kondisi ini dapat menimbulkan perubahan serebral dengan kejang resultan. Demikian juga elektroensefalografi(EEG) dapat membantu dalam mengidentifikasi pasien dengan epilepsy. Pendidikan telah member informasi pada masyarakat dan telah mengurangi stigma yang berhubungan dengan kondisi ini, sehingga makin banyak orang akan mengakui bahwa mereka mengalami epilepsy.
2.3 Etiologi
Penyebab kejang pada banyak yang tidak diketahui. para ahli peneliti menimbulkan kejang dalam percobaan binatang melalui cedera pembedahan atau kimia atau stimulus elektrik. Epilepsy sering terjadi akibat trauma lahir, asphyxia neonatorum, cedera kepala, beberapa penyakit infeksi(bakteri, virus, parasit), keracunan(karbon monooksida dan menimbulkan keracunan), masalah-masalah sirkulasi, demam, gangguan metabolism dan nutrisi/gizi dan intoksikasi obat-obatan atau alcohol.juga dapat dihubungkan dengan adanya tumor otak, abses, dan kelainan bentuk bawaan. Dalam banyak kasus epilepsy tidak diketahui penyebabnya(idiopatik). Keadaan yang menyebabkan kelemahan untuk beberapa tipe dapat diwariskan. Epilepsy yang menyerang sebelum usia 20tahun merupakan kelompok terbesar yaitu 75% dari pasien tersebut.
Pada banyak kasus epilepsy sedikit mempengaruhi intelegensi. Individu epilepsy yang tidak mengalami kerusakan otak atau sistem saraf lainnya mempunyai tingkat intelegensi seperti populasi lainnya. Epilepsy tidak sama dengan retardasi atau penyakit mental. Kadang-kadang, beberapa orang yang mengalami epilepsy sebenarnya mereka mengalami penurunan karena kerusakan neurologik yang serius, sehingga rata-rata IQ untuk semua penderita epilepsy ini dibawah tingkat IQ normal.
2.4 Faktor Predisposisi
Faktor pencetus terjadinya epilepsy adalah terjadinya gangguan listrik(disritmia) pada sel saraf pada salah satu bagian otak yang menyebabkan sel ini mengeluarkan aliran listrik yang abnormal berulang dan tidak terkontrol sehingga mengakibatkan kejang, gangguan fungsi motorik, sensorik, atau autonom sampai penurunan kesadaran bergantung pada lokasi neuron-neuron fokus kejang ini.
2.5 Pathofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Acetylcholine dan norepinerprine ialah neurotransmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik saran di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neuron-neuron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar kebagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
2.6 Klasifikasi
Variasi kejang diklasifikasikan secara internasional sesuai daerah otak yang terkena dan telah diidentifikasi sebagai kejang parsial, umum, dan tidak diklasifikasikan.
1. Kejang parsial(kejang yang dimulai setempat)
a) Kejang parsial sederhana(gejal-gejala dasar, umumnya tanpa gangguan kesadaran)
- Kejang parsial sederhana, hanya satu jari atau tangan yang bergetar, atau mulut dapat tersentak tak terkontrol. Individu ini bicara yang tidak dapat dipahami, pusing, dan mengalami sinar, bunyi, bau, atau rasa yang tidak umum atau todak nyaman.
b) Kejang parsial kompleks(dengan gejala kompleks, umumnya dengan gangguan kesadaran)
- Kejang parsial komplek, individu tetap tidak bergerak atau bergerak secara automatic tetapi tidak tepat dengan waktu dan tempat, atau mengalami emosi berlebihan yaitu takut, marah, kegirangan, atau peka rangsang. Apapun manifestasinya, individu tidak ingat episode tersebut ketika telah lewat.
2. Kejang umum(simetrik bilateral, tanpa awitan lokal)
Lebih umum disebut grand mal, melibatkan kedua hemisfer otak, yang menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi. Mungkin ada kekakuan intens pada seluruh tubuh yang diikuti dengan kejang yang bergantian dengan relaksasi dan kontraksi otot(kontraksi tonik-klonik umum). Kontraksi simultan diafragma dan otot dada dapat menimbulkan menangis epileptic karakteristik. Sering lidah tertekan dan pasien mengalami inkontinen urine dan feses. Setelah 1 atau 2 menit, gerakan knvulsif mulai hilang; pasien rileks dan mengalami koma dalam, bunyi nafas bising. Pada keadaan postikal(setelah kejang), pasien sering konfusi dan sulit bangun, dan tidur selama berjam-jam. Banyak pasien mengeluh sakit kepala atau sakit otot.
2.7 Gejala Klinis
Bergantung pada lokasi muatan neutron-neutron, kejang dapat direntang dari serangan awal sederhana sampai gerakan konvulsif memanjang dengan hilangnya kesadaran .
Gejala klinis dari epilepsy adalah sebagai berikut, yaitu:
1. Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan
2. Kelainan gambaran EEG
3. Tergantung lokasi dan sifat Fokus Epileptogen
4. Pola wal kejang menunjukkan daerah otak di mana kejang tersebut berasal. Juga penting intik menunjukkan jika pasien mengalami aura, suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptic, yang dapat menunjukkan asal kejang(misal: melihat kilatan sinar dapat menunjukkan kejang berasal dari lobus oksipital).
2.8 Pemeriksaan Diagnostik
Pengkajian diagnostik bertujuan dalam menentukan tipe kejang, frekuensi dan beratnya, faktor-faktor pencetus. Riwayat perkembangan, yang mencakup kejadian kehamilan dan kelahiran, untuk mencari kejadian cedera sebelum kejang. Sebuah penelitian dibuat untuk penyakit atau cedera kepala yang dapat mempengaruhi otak. Selain itu dilakukan pengkajian fisik dan neurologik, hematologik, dan pemeriksaan serologik. Pencitraan CT digunakan untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebro vaskular abnormal, dan peubahan degenerative serebral.
Elektroensefalogram(EEG) melengkapi bukti diagnostik dalam proporsi substansial dari pasien epilepsy dan membantu dalam mengklasifikasikan tipe kejang.keadaan abnormal pada EEG selalu terus-menerus terlihat di antara kejang, atau jika letupan muncul mungkin akibat dari hiperventilasi atau selama tidur. Ditambah lagi, mikroelektroda dapat dimasukkan ke dalam otak untuk memeriksa aksi dari sel otak tunggal. Ini perlu dicatat, kadang-kadang beberapa orang mengalami kejang dengan nilai EEG yang normal. Telemetri dan alat komputer digunakan untuk mengambil dan sebagai pusat pembacaan EEG dalam pita komputer sambil pasien melakukan akiivitas mereka. Rekaman video kejang dilakukan dengan secara simultan dengan telemetri EEG bermanfaat dalam menentukan tipe kejang serta durasi dan besarnya. Tipe pemantauan intensif ini sedang mengubah tindakan terhadap epilepsy berat(di Amerika Serikat)
2.9 Prognosis
Prognosis dari epilepsy tersebut adalah sesuai dengan karakteritis kejang yang dialami dan penanganan yang tepat saat terjadi kejang. Kejang bisa diantisipasi dengan pemberian anti konvulsan sehingga prognosis untuk penyembuhan epilepsy juga meningkat.
2.10 Therapy
Terapi yang diberikan pada pasien kejang adlah obat-obatan anti konvulsan untuk mencegah timbulnya kejang atau mengurangi frekuensi sehingga pasien dapat hidup normal. Sekitar 70% sampai 80% pasien memperoleh manfaat dari pemberian obat anti kejang. Obat yang dipilih ditentukan oleh jenis kejang da profil efek samping. Dosis disesuaikan secara individual.
Jenis obat yang sering digunakan
1. Phenobarbital (luminal).
- Paling sering dipergunakan, murah harganya, toksisitas rendah.
2. Primidone (mysolin)
- Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan phenyletylmalonamid.
3. Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin).
- Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai ialah DPH. Berhasiat terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus temporalis.
- Tak berhasiat terhadap petit mal.
- Efek samping yang dijumpai ialah nistagmus,ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan darah.
4. Carbamazine (tegretol).
- Mempunyai khasiat psikotropik yangmungkin disebabkan pengontrolan bangkitan epilepsi itusendiri atau mungkin juga carbamazine memang mempunyaiefek psikotropik.
- Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi lobus temporalis yang sering disertai gangguan tingkahlaku.
- Efek samping yang mungkin terlihat ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia, depresi sumsum tulang dan gangguanfungsi hati.
5. Diazepam.
- Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status konvulsi.).
- Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena penyerapannya lambat. Sebaiknya diberikan i.v. atau intra rektal.
6. Nitrazepam (Inogadon).
- Terutama dipakai untuk spasme infantil dan bangkitan mioklonus.
7. Ethosuximide (zarontine).
- Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit mal
8. Na-valproat (dopakene)
- Obat pilihan kedua pada petit mal
- Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai.
- Obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam otak.
- Efek samping mual, muntah, anorexia
9. Acetazolamide (diamox).
- Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam pengobatan epilepsi.
- Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak menurun, influks Na berkurang akibatnya membran sel dalam keadaan hiperpolarisasi.
10. ACTH
- Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantil.
2.11 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan epilepsy dilakukan secara individual untuk memenuhi kebutuhan khusus masing-masing pasien dan tidak hanya untuk mengatasi tetapi juga mencegah kejang. Penatalaksanaan berbeda dari satu pasien dengan pasien karena beberapa bentuk epilepsy yang muncul akibat kerusakan otak selain itu bergantung pada perubahan kimia otak.
Farmakoterapi, beberapa obat antikonvulsi diberikan untuk mengontrol kejang, walaupun mekanisme kerja zat kimia dari obat-obatan tersebut masih tidak diketahui. Tujuan dari pengobatan adalah untuk mencapai pengontrolan kejang dengan efek samping minimal. Terapi medikasi lebih untuk mengontrol daripada untuk mengobati kejang. Obat disleksi sesuai tipe kejang yang akan diobati dan keefektifan serta keamanan medikasi. Jika obat ditentukan dan digunakan, maka obat-obatan ini mengontrol kejang 50% sampai 60% pasien mengalami kejang berulang, dan memberikan kontrol parsial 15% sampai 35%. Kondisi dari 155 sampai 35% pasien tidak membaik dengan medikasi yang ada.
Tujuan penatalaksanaan secara keperawatan adalah menghentikan kejang secepat mungkin, untuk menjamin oksigenasi serebral adekuat, dan untuk mempertahankan pasien bebas kejang, jalan nafas dan oksigenasi adekuat perlu diupayakan. Jika pasien tetap dalam ketidaksadaran yang dalam, maka perlu dipasang selang endotrakea. Diazepam diberikan dengan lambat melalui intravena dalam usaha untuk menghentikan kejang dengan cepat.
2.12 Komplikasi
- Kerusakan otak akibat hypoksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang berulang.
- Dapat timbul depresi dan keadaan cemas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar